Kamis, 24 April 2014

Andai Saja Mereka Tidak Menulis

Tulisan ini saya tulis karena rasa keprihatinan saya terhadap dunia tulis menulis santri yang sudah mandeg, walaupun menurut sebagaian orang mulai bergeliat kembali.
Menulis untuk santri bukan lagi sebuah pilihan, namun sebuah kewajiban. Kita tidak boleh lagi menunggu kesadaran para santri untuk memulai menulis, kita harus memaksa mereka dengan cara kita terapkan dalam kurikulim-kurikulum dayah.
Menulis bukan lagi untuk sebuah hobi, namun menulis sekarang lebih untuk kelanggengan ilmu agama. Tidak taukah Anda wahai santri, semua ulama terdahulu adalah penulis, coba bayangkan saya bila mereka tidak menulis, dan rantai keilmuan hanya melalui lisan saja, apakah akan sampai semuanya kita? Dan mampukah kita mengingatnya tanpa mencatatnya?
Lantas kenapa sekarang tradisi menulis hilang dalam jiwa santri? Apakah kita beranggapan, tidak ada yang perlu kita tulis?
Sadarlah wahai santri!, ulama-ulama terdahulu belum membukukan semua masalah karena masalah akan timbul setiap zaman. Kehadiran teknologi yang canggih, dunia medis yang begitu modern menimbulkan berbagai masalah-masalah yang perlu kita jawab. Bila kita tidak membukukannya, apakah kita menginginkan pada generasi selanjutnya cerita-cerita yang tidak bisa dipegangi, “Tingat loen meunoe geupeugah lee Teungku nyan”, “Abu nyoe geupeuhareum ata nyan” tanpa ada referensi yang bisa mereka pegangi. Akhirnya mereka terpecah belah hanya karena hikayat-hikayat dari kita yang tidak terbukukan.
Lemahnya santri dalam dunia kepenulisan membuat diskriminasi terhadap santri, santri seolah orang yang Cuma bisa berceramah dan tidak bisa menulis. Padahal dunia menulis merupakan ladang dakwah yang sangat berguna.
Jangan beranggapan karena kita tidak sekolah lantas membuat kita tidak bisa menulis, toh banyak orang yang sekolah tinggi namun tidak bisa menulis. Jadi bisa atau tidaknya menulis tidak ada sangkut pautnya dengan sekolah dan kuliah.
Coba Anda sejenak menghayati, betapa banyak sudah ulama Aceh yang sudah meninggalkan kita. Sesudah beliau-beliau meninggalkan kita, tidak ada yang lagi bisa ambil manfaat darinya kecuali cerita-cerita(hikayat-hikayat) pendapat darinya yang diceritakan oleh murid-muridnya, itu pun diperdebatkan karena tidak mempunyai referensi yang jelas. Seandainya saja mereka mempunyai kitab-kitab peninggalan yang kita bisa membacanya, tentu kita tau bagaimana pendapatnya tentang mengenai satu masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar