Menulis untuk santri bukan lagi sebuah pilihan,
namun sebuah kewajiban. Kita tidak boleh lagi menunggu kesadaran para santri
untuk memulai menulis, kita harus memaksa mereka dengan cara kita terapkan
dalam kurikulim-kurikulum dayah.
Menulis bukan lagi untuk sebuah hobi, namun
menulis sekarang lebih untuk kelanggengan ilmu agama. Tidak taukah Anda wahai
santri, semua ulama terdahulu adalah penulis, coba bayangkan saya bila mereka
tidak menulis, dan rantai keilmuan hanya melalui lisan saja, apakah akan sampai
semuanya kita? Dan mampukah kita mengingatnya tanpa mencatatnya?
Lantas kenapa sekarang tradisi menulis hilang
dalam jiwa santri? Apakah kita beranggapan, tidak ada yang perlu kita tulis?
Sadarlah wahai santri!, ulama-ulama terdahulu
belum membukukan semua masalah karena masalah akan timbul setiap zaman. Kehadiran
teknologi yang canggih, dunia medis yang begitu modern menimbulkan berbagai
masalah-masalah yang perlu kita jawab. Bila kita tidak membukukannya, apakah
kita menginginkan pada generasi selanjutnya cerita-cerita yang tidak bisa
dipegangi, “Tingat loen meunoe geupeugah lee Teungku nyan”, “Abu nyoe
geupeuhareum ata nyan” tanpa ada referensi yang bisa mereka pegangi. Akhirnya
mereka terpecah belah hanya karena hikayat-hikayat dari kita yang tidak
terbukukan.
Lemahnya santri dalam dunia kepenulisan membuat
diskriminasi terhadap santri, santri seolah orang yang Cuma bisa berceramah dan
tidak bisa menulis. Padahal dunia menulis merupakan ladang dakwah yang sangat
berguna.
Jangan beranggapan karena kita tidak sekolah
lantas membuat kita tidak bisa menulis, toh banyak orang yang sekolah tinggi
namun tidak bisa menulis. Jadi bisa atau tidaknya menulis tidak ada sangkut
pautnya dengan sekolah dan kuliah.
Coba Anda sejenak menghayati, betapa banyak
sudah ulama Aceh yang sudah meninggalkan kita. Sesudah beliau-beliau
meninggalkan kita, tidak ada yang lagi bisa ambil manfaat darinya kecuali
cerita-cerita(hikayat-hikayat) pendapat darinya yang diceritakan oleh murid-muridnya,
itu pun diperdebatkan karena tidak mempunyai referensi yang jelas. Seandainya
saja mereka mempunyai kitab-kitab peninggalan yang kita bisa membacanya, tentu
kita tau bagaimana pendapatnya tentang mengenai satu masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar