يأتي
على الناس زمان يشاركهم الشياطين في أولادهم ، قيل وكائن ذلك يا رسول الله ؟ قال
نعم ـ قالو وكيف نعرف أولادنا من أولادهم ؟ قال بقلة الحياء وقلة الرحمة
{أبو
شيخ عن أبو هريرة } كنز العمال ج ١ ص ٢١٧
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :”Akan datang diatas manusia satu
zaman yang mana manusia berkongsi dengan syaithan pada anak mereka, berkatalah
seseorang: ada demikian ya Rasulullah ?, Rasulullah menjawab “ Ya”, dan
bagaimana kami mengenal anak kami dari anak-anak syaitahn, Rasulullah menjawab
“dengan sedikit malu dan sedikit rahmat”.
Membaca hadis diatas, timbul dalam pikiran kita,
apakah zaman yang diprediksi oleh Rasul sudah datang ?
Memperhatikan perkembangan zaman yang sedang kita
lalui, rasa-rasanya zaman itu sudahlah tiba, zaman yang setan dan manusia
berkongsi pada anak mereka, sehingga cara membedakannya yaitu anak tersebut sedikit
malu, dan sedikit rahmat.
Berbicara masalah malu, memang keadaan sekarang, rasa
malu sudah begituu terkikis dari setiap orang, sebutkan saja contohnya seperti
cowok dan cewek yang belum menikah tanpa rasa malu bermesraan didepan umum,
berboncengan di jalan-jalan, bahkan sekarang tanpa rasa malu cowok pun sudah
berani datang kerumah cewek, orang tuanya Cuma adem-adem ayem saja.
Orang tanpa malu meninggalkan shalat secara
terang-terangan, meninggalkan puasa, berzina, mereka tidak malu lagi bila
kemaksiatannya di ketahui oleh banyak orang.
Dalam hadis lain, dari Abu Mas’ud, Uqbah bin Amr Al
Anshari Albadri, katanya: Rasulullah bersabda :
إن مما أدرك الناس من كلام النبوة الاولى إذا لم تستح
فاصنع ما شئت {رواه البخاري}
Artinya :
Sesungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata
kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tak punya mula, maka berbuatlah apa
yang kamu mau.
Dan hadis ini mengandung makna peringatan dan ancaman dari
kurangnya rasa malu. Dan bahwa malu itu merupakan perilaku yang paling mulia
dan hal yang paling sempurna. Karena itulah, nabi bersabda, yang artinya : Malu
itu baik semuanya. Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan. Dan telah
disebutkan bahwa, malu itu cabang dari iman. Dan rasulullah itu lebih
pemalu dari pada anak perawan di pingitannya. Dalam salah satu hadis
disebutkan, bahwa jika Allah menghendaki kehancuran pada diri seorang hamba,
maka Dia cabut rasa malu dari dirinya.
Seyogianya harus diperhatikan antara malu rasa malu
yang sesuai syara’ dan rasa malu yang tercela. Karena ada rasa malu yang
tercela menurut syariat, seperti malu untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar,
padahal telah dipenuhi syarat-syaratnya. Ini sebenarnya bukan malu namun penakut.
Dan ada pula malu untuk bertanya mengenai urusan agamanya yang penting
diketahuinya. Karena Aisyah ra berkata : “ sebaik-baiknya wanita itu adalah
wanita Anshar, karena mereka tidak dicegah oleh rasa malu untuk menanyakan tentang
urusan agamanya”.
Dalam kitab hadis Bukhari dan Muslim disebutkan : dari
Ummu salmah ra, “Ummu Salim datang menemui Rasulullah lalu berkata : ‘Allah
itu tidak malu dari yang benar, apakah seseorang wanita wajib mandi jika ia
mimpi basah?’ Rasulullah menjawab: ‘Ya, kalau ia melihat air. ‘Ummu salim
ini tidak malu untuk menanyakan tentang urusan agamanya.
Rasulullah penah melihat seseorang sedang memarahi
saudaranya karena masalah malu. Lalu Beliau berkata: “Biarkan dia, karena
malu itu bagian dari iman.” Maksudnya malu itu dari sebab-sebab asal iman
dan akhlaknya, karena ia mencegah dari perbuatan yang keji dan mendorongnya
kepada perbuatan kebajikan dan kebaikan, sebagaimana iman mencegah orang yang
memilikinya dari melakukan perbuatan keji tersebut.
Malu yang paling umum itu adalah malu kepada Allah,
yaitu jangan sampai Dia melihatmu sedang melakukan apa yang dilarangNya dan
jangan sampai Dia tidak menemukanmu melakukan apa yang diperintahkan-Nya.
Rasullullah pernah bersabda kepada para sahabat beliau: “ Malulah kalian
kepada Allah dengan sebenar-benarnya. “mereka menjawab:”Ya Nabiyullah, kami
semua telah malu, alhamdullah. “Beliau bersabda:’Bukan begitu, tetapi, malu
kepada Allah yang sebenarnya itu adalah hendaknya engkau menjaga kepala dan
muatannya, memelihara perut dan isinya, serta hendaklah engkau mengingat mati
dan bangkai-bangkai. Siapa yang melakukan itu maka ia telah malu malu kepada
Allah dengan sebenarnya-benarnya.”
Ketahuilah bahwa, orang ahli malu itu berbeda-beda
tingkatannya menurut perbedaan keadaan mereka. Allah telah mengumpulkannya pada
pribadi Nabi Muhammad SAW sifat malu naluriah yang lebih besar daripada malunya
seseorang sesorang gadis perawan di dalam pingitannya, dan dalam sifat malu
yang diusahakan menyampaikan kepada puncak pujian.
Darul
Huda, 15 Oktober, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar