Korupsi
memang sudah sangat meresahkan Indonesia, korupsi merajalela, dilakukan secara
berjamaah maupun individu sehingga pandangan masyarakat sekarang, tidak ada
satu instasi pemerintah yang bersih dari koruptor, bahkan yang paling parah
baru-baru ini adalah korupsi pengadaan Alquran di Kementerian agama, bila dana
untuk pengadaan Alquran saja dikorupsi, yang lainnya tidak bisa dibayangkan,
korupsi di pemerintahan sudah seperti
ibarat lingkaran setan.
Dan bahkan
baru-baru ini, Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran (Fitra) melansir data
provinsi terkorup di Indonesia. Hasilnya tidak berbeda yang telah diungkap
PPATK beberapa waktu lalu, bahwa DKI Jakarta menjadi provinsi terkorup, di
susul provinsi Aceh, tidak malu kah warga Aceh, yang katanya ingin menegakkan
syariat islam secara Kaffah, tapi malah menjadi urutan kedua provinsi terkorup
di Indonesia, pantaskah Aceh di juluki Negeri Serambi Mekkah ?
Bahkan
bejatnya, sebagian orang ingin merivisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang pemberantasan korupsi, yang tujuannya tidak lain ingin melemahkan KPK,
ini baru selangkah, karena keinginan mereka adalah membubarkan KPK, sehingga
korupsi tidak ada yang mengendalikan.
Berbagai
hukum di usulkan untuk memberantas korupsi, baru-baru ini, ada yang mengusulkan
hukumam mati untuk para koruptor, tentunya ini membuat kebakaran jenggot bagi
sebagian politisi.
Salah satu
diantara banyak orang yang mengusulkannya adalah Surya Paloh, ketua majelis
Nasional partai Nasdem, sebagaimana dikutip oleh kompas.com. Dia menyatakan
sependapat dengan dengan usulan warga Nadhlatul Ulama dalam memberikan hukumam
berat bagi koruptur, bahkan dihukumm lebih berat, yakni tembak mati dua kali.
Tembak mati
dua kali itu, kata mantan politisi partai Golkar ini, menunjukkan komitmen Negara
dalam memberantas korupsi di negeri ini.
“ Hukuman
berat bagi koruptor ini adalah harga mati dan tidak bisa ditawar lagi,”katanya
di Surabaya seusai melantik organ sayap parta Nasdem, sabtu (29/9).
Selain
menghukum koruptor seberat-beratnya, partai Nasdem juga mendukung hasil munas
konbes NU 2012 yang merekomendasikan penghapusan pilkada langsung.
Sistem
pemilu yang menghabiskan banyak biaya mengundang niat seseoarang untuk
melakukan korupsi, jelasnya.
Lantas
bagaimanakah Negara-negara lain memberi hukuman kepada koruptor, mari sejenak
kita berkaca pada Negara Cina, Negara komunis yang dikenal dengan Negara tirai bambu.
Di cina
orang mau korupsi, harus berpikir tujuh kali, kenapa tidak ? hukumannya adalah
hukum mati. Dan ini bukanlah undang-undang yang tertulis tanpa jalan, tetapi
pelaksaannya konsisten, hingga oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di cina
dijatuhi hukuman mati.
Wang
Shouxin, wanita pertama di Cina yang dihukum mati pada tahun 1980.
Negara
kedua yang bisa kita contohkan adalah Latvia, di Negara tersebut koruptor
dihukum mati, pemerintah Latvia menerapkan UU Lustrasi Nasional atau UU
pemotongan Generasi untuk memberantas korupsi. Pejabat tokoh politik yang aktif
sebelum tahun 1998 di larang aktif kembali.
Indonesia
??
Kalau di
Indonesia, koruptor paling Cuma dipenjara, itu pun belum dihitung remisi yang
diberikan, akhirnya koruptor di penjara paling lama 1 tahun, suatu hukum yang
sangat ringan.
Lantas
Indonesia mau meniru Cina atau Latvia ?, ah terlalu berat rasanya, bila
koruptor dihukum mati (yupss, jangan-jangan ni da niat untuk korupsi nih yee,
hehe), baiklah kalau hukum mati terasa berat, kita mempunya altenatif lainnya
yang lebih ringan, yaitu potong tangan, sesuai dengan hukum islam.
Allah dalam
Al Quran surat al Maidah berfirman;
“laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “(QS. Al-Maidah ayat 38)
Menurut
hemat penulis, hukum potong tangan lebih
baik ketimbang hukum mati.
Alhasil,
korupsi bisa saja teratasi bila ada komitmen dari segenap warga Negara untuk
memberantasnya.
Wallahu
A’lam.
Darul
Huda, 1 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar