Senin, 26 November 2012

koruptor; dihukum mati atau potong tangan?


Korupsi memang sudah sangat meresahkan Indonesia, korupsi merajalela, dilakukan secara berjamaah maupun individu sehingga pandangan masyarakat sekarang, tidak ada satu instasi pemerintah yang bersih dari koruptor, bahkan yang paling parah baru-baru ini adalah korupsi pengadaan Alquran di Kementerian agama, bila dana untuk pengadaan Alquran saja dikorupsi, yang lainnya tidak bisa dibayangkan, korupsi  di pemerintahan sudah seperti ibarat lingkaran setan.
Dan bahkan baru-baru ini, Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran (Fitra) melansir data provinsi terkorup di Indonesia. Hasilnya tidak berbeda yang telah diungkap PPATK beberapa waktu lalu, bahwa DKI Jakarta menjadi provinsi terkorup, di susul provinsi Aceh, tidak malu kah warga Aceh, yang katanya ingin menegakkan syariat islam secara Kaffah, tapi malah menjadi urutan kedua provinsi terkorup di Indonesia, pantaskah Aceh di juluki Negeri Serambi Mekkah ?
Bahkan bejatnya, sebagian orang ingin merivisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang pemberantasan korupsi, yang tujuannya tidak lain ingin melemahkan KPK, ini baru selangkah, karena keinginan mereka adalah membubarkan KPK, sehingga korupsi tidak ada yang mengendalikan.
Berbagai hukum di usulkan untuk memberantas korupsi, baru-baru ini, ada yang mengusulkan hukumam mati untuk para koruptor, tentunya ini membuat kebakaran jenggot bagi sebagian politisi.
Salah satu diantara banyak orang yang mengusulkannya adalah Surya Paloh, ketua majelis Nasional partai Nasdem, sebagaimana dikutip oleh kompas.com. Dia menyatakan sependapat dengan dengan usulan warga Nadhlatul Ulama dalam memberikan hukumam berat bagi koruptur, bahkan dihukumm lebih berat, yakni tembak mati dua kali.
Tembak mati dua kali itu, kata mantan politisi partai Golkar ini, menunjukkan komitmen Negara dalam memberantas korupsi di negeri ini.
“ Hukuman berat bagi koruptor ini adalah harga mati dan tidak bisa ditawar lagi,”katanya di Surabaya seusai melantik organ sayap parta Nasdem, sabtu (29/9).
Selain menghukum koruptor seberat-beratnya, partai Nasdem juga mendukung hasil munas konbes NU 2012 yang merekomendasikan penghapusan pilkada langsung.
Sistem pemilu yang menghabiskan banyak biaya mengundang niat seseoarang untuk melakukan korupsi, jelasnya.
Lantas bagaimanakah Negara-negara lain memberi hukuman kepada koruptor, mari sejenak kita berkaca pada Negara Cina, Negara komunis yang dikenal dengan Negara tirai bambu.
Di cina orang mau korupsi, harus berpikir tujuh kali, kenapa tidak ? hukumannya adalah hukum mati. Dan ini bukanlah undang-undang yang tertulis tanpa jalan, tetapi pelaksaannya konsisten, hingga oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di cina dijatuhi hukuman mati.
Wang Shouxin, wanita pertama di Cina yang dihukum mati pada tahun 1980.
Negara kedua yang bisa kita contohkan adalah Latvia, di Negara tersebut koruptor dihukum mati, pemerintah Latvia menerapkan UU Lustrasi Nasional atau UU pemotongan Generasi untuk memberantas korupsi. Pejabat tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 di larang aktif kembali.
Indonesia ??
Kalau di Indonesia, koruptor paling Cuma dipenjara, itu pun belum dihitung remisi yang diberikan, akhirnya koruptor di penjara paling lama 1 tahun, suatu hukum yang sangat ringan.
Lantas Indonesia mau meniru Cina atau Latvia ?, ah terlalu berat rasanya, bila koruptor dihukum mati (yupss, jangan-jangan ni da niat untuk korupsi nih yee, hehe), baiklah kalau hukum mati terasa berat, kita mempunya altenatif lainnya yang lebih ringan, yaitu potong tangan, sesuai dengan hukum islam.
Allah dalam Al Quran surat al Maidah berfirman;
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “(QS. Al-Maidah ayat 38)
Menurut hemat penulis, hukum  potong tangan lebih baik ketimbang hukum mati.
Alhasil, korupsi bisa saja teratasi bila ada komitmen dari segenap warga Negara untuk memberantasnya.

Wallahu A’lam.

                                                Darul Huda, 1 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar